Friday, November 11, 2011

ACEH BESAR

Gambaran Umum

Pada waktu Aceh masih sebagai sebuah kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh atau Kerajaan Aceh adalah wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar ditambah dengan beberapa kenegerian/daerah yang telah menjadi bagian dari Kabupaten Pidie. Selain itu, juga termasuk Pulau Weh (sekarang telah menjadi pemerintah kota Sabang), sebagian wilayah pemerintah kota Banda Aceh, dan beberapa kenegerian/daerah dari wilayah Kabupaten Aceh Barat. Aceh Besar dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk. Penyebutan Aceh Rayeuk sebagai Aceh yang sebenarnya karena daerah inilah yang pada mulanya menjadi inti Kerajaan Aceh dan juga karena di situlah terletak ibukota kerjaaan yang bernama Bandar Aceh atau Bandar Aceh Darussalam. Untuk nama Aceh Rayeuk ada juga yang menamakan dengan sebutan Aceh Lhee Sagoe (Aceh Tiga Sagi).

Saat ini Aceh Besar merupakan sebuah kabupaten yang terletak di ujung barat daya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan ibukotanya Kota Jantho. Kabupaten ini merupakan titik awal dari Banda Aceh menuju daerah Aceh dan Sumatera lainnya.

Sebelum dimekarkan di akhir tahun 70-an, ibukota Aceh Besar adalah kota Banda Aceh, kemudian kota Banda Aceh berpisah menjadi kotamadya sehingga ibukota Aceh Besar pindah ke daerah Jantho di pegunungan seulawah.

Kabupaten ini secara geografis terletak pada posisi 5,2º - 5,8º LU sampai 95,0º - 95,8º BT dengan batas-batas sebagai berikut :
-          Sebelah Utara dengan Selat Malaka dan Kota Banda Aceh
-          Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Jaya
-          Sebelah Timur dengan Kabupaten Pidie
-          Sebelah Barat  dengan Samudera Indonesia

Kabupaten Aceh Besar  memiliki luas wilayah ± 2.974,12 km²  yang terdiri dari 23  Kecamatan, 4  Kelurahan,  68 Mukim dan 600 Desa.

Awal Kehancuran Kerajaan Aceh Darussalam



MASA Pemerintahan Sulthan Alaiddin Mahmud Syah, Kerajaan Belanda mengultimatum Kerajaan Aceh tertanggal 26 maret 1873 dengan diikuti pengiriman tentaranya untuk menyerang Kerajaan Aceh, sehingga pertempuran dua (2) Negara pun tak bisa dielakkan. Kerajaan Aceh pun dengan segala upaya mempertahankan kedaulatannya, baik melalui pertahanan maupun dengan cara diplomasi.

Dengan pertahanan, Prajurit Kerajaan Aceh mampu menewaskan Panglima perang tentara Belanda yakni : Jenderal Mayor J.H.R Kohler. Di bidang diplomasi Kerajaan Aceh pun mengirim utusan ke Kerajaan Ottoman Turki Usmani serta mengadakan diplomasi ke Amerika Serikat melalui konsulnya di Singapura.

Setelah gagal dalam Invansi pertama, Kerajaan Belanda menyiapkan Invansi kedua untuk membumi-hanguskan Kerajaan Aceh agar takluk di bawah pemerintahan Ratu Belanda. Rakyat Aceh yang beragama Islam dengan semangat Jihad fi sabilillah tetap mempertahankan Kedaulatan Negaranya Dalam invansi kedua ini, pasukan Belanda mampu merebut “Dalam” yakni Istana Darud-donya, akhirnya Sulthan Alaiddin Mahmud Syah terpaksa menyingkir dari dalam.