Sunday, January 27, 2013

Malik As Saleh, Sang Raja Pasai Penyebar Islam di Asia Tenggara

Sebelum Dinasti Usmaniyah (Ottoman) di Turki berdiri pada 699-1341 H atau bertepatan dengan tahun 1385-1923 M, ternyata nun jauh di belahan dunia sebelah timur-tepatnya di wilayah Aceh saat ini-telah muncul sebuah kerajaan Islam bernama Samudera Pasai. Jika Ottoman mulai menancapkan kekuasaannya pada tahun 1385 M, Samudera Pasai sudah mengibarkan bendera kekuasaannya pada 1267 M.

Keberadaan Kesultanan Samudera Pasai ini diungkapkan oleh petualang Muslim asal Maroko, Abu Abdullah Ibnu Batuthah (1304-1368 M), dalam kitabnya yang berjudul Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur).

"Sebuah negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah," tulis Ibnu Batuthah ketika menggambarkan kekagumannya terhadap keindahan dan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yang sempat disinggahinya selama 15 hari pada 1345 M.

Thursday, January 24, 2013

Panglima Uteun

Tradisi pengelolaan hutan yang arif bijaksana telah dipraktekkan secara turun temurun dalam masyarakat Aceh. Hal ini diselenggarakan melalui lembaga adat uteun yang dipimpin oleh Panglima Uteun. Panglima Uteun merupakan unsur pemerintahan mukim yang bertanggungjawab kepada Imum Mukim. Khazanah adat budaya ini masih melekat dalam kehidupan sebagian masyarakat Aceh sebagai sebuah kearifan lokal yang masih ada terutama pada kemukiman yang wilayahnya berdekatan dengan kawasan hutan.

Dalam literatur lama diterangkan bahwa beberapa fungsi utama yang harus dilakukan oleh Panglima Uteun adalah:

Pertama, menyelenggarakan adat glee. Panglima uteun merupakan pihak yang memiliki otoritas menegakkan norma-norma adat yang berkaitan dengan bagaimana etika memasuki dan mengelola hutan adat (meuglee). Pangima Uteun atauPawang Glee (bawahan Panglima Uteun atau Kejruen Glee) memberi nasihat dalam mengelola dan memanfaatkan hutan. Nasehat tersebut berisikan tatanan normatif apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kaitannya dengan pengurusan hutan adat. Selain itu, disampaikan pula petunjuk perjalanan dalam hutan sehingga jangan sampai orang tersesat, atau mendapat gangguan dari jin dan binatang-binatang buas lainnya.

Cut Nyak Manyak Keumala Putrie

Cut Nyak Manyak Keumala Putri adalah seorang pengarang yang produktif dengan sajak-sajaknya yang memberi semangat untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sajak-sajak perjuangannya terkumpul dalam kumpulan sajak Indonesia. Pengarang yang pernah menerima penghargaan tanda kehormatan Bintang Mahaputera RI ini lahir di Kutaraja (Banda Aceh) pada tanggal 5 Mei 1926. Ayahnya bernama Teuku Ali Basjah, seorang Oeleebalang (kepala pemerintah otonom), Pekan Bada, Aceh Besar sedangkan ibunya bernama Cut Nyak Zainab atau Cut Nyak Leumik.

Menginjak usia dewasa, tepatnya pada tanggal 9 September 1941, Cut Nyak Manyak Keumala Putri dinikahi oleh Teuku Hamid Azwar - putra dari Teuku Ampon Tjhik Mohammad Ali Basjah, Oeleebalang Samalanga, Aceh Utara.